Menurutnya, perlakuan diskriminatif itu muncul seiring adanya pengelompokkan status guru. Berdasarkan data yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2010 (sekarang Kemdikbud), pemerintah menggolongkan guru menjadi beberapa kelompok, yaitu Guru PNS, PNS Depag, PNS DPK, Guru Bantu, Guru Honor Daerah, Guru Tetap Yayasan, dan Guru Tidak Tetap.
Penggolongan inilah yang menurutnya mengakibatkan ada perbedaan pendapatan, tunjangan, dan fasilitas yang diterima oleh para guru.
Padahal tugas yang dilakukan oleh para guru tidaklah berbeda. Para guru memiliki tugas yang sama yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
Sementara itu, lanjutnya, fasilitas lain yang diterima oleh para guru PNS adalah tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan yang lainnya.
Di sisi lain, secara kontras, guru tidak tetap (honorer) hanya mendapatkan honor dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang besarnya bervariasi, mulai dari Rp 200 ribu sampai Rp 500 ribu per bulan. Sejalan dengan itu, guru honorer pun sangat sulit memperoleh kesempatan untuk mengikuti program sertifikasi, apalagi mendapatkan maslahat tambahan, sebagaimana yang diperoleh guru tetap atau guru PNS.
"Padahal tugas yang dilakukan oleh para guru tidaklah berbeda. Para guru memiliki tugas yang sama yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik sebagaimana dinyatakan dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen," urainya.
Bahkan, lebih jauh ia mengungkapkan, di beberapa kasus ditemui, tugas yang seharusnya dikerjakan oleh guru tetap, justru dilakukan oleh para guru honorer.
Untuk itu, ia menilai, sejumlah perlakuan diskriminatif yang diterima para guru menunjukkan bahwa Pemerintah belum sepenuhnya menempatkan guru sebagai tenaga professional sebagaimana dinyatakan dalam pasal 2 ayat 1 UU Guru dan Dosen.
"Seharusnya, pemerintah memperlakukan semua guru secara adil. Pemerintah harus memberikan kesempatan yang sama bagi semua guru, baik guru tetap, maupun honor untuk mendapatkan haknya sebagai tenaga professional tersebut," kata Raihan.
Dalam Pasal 34 ayat 1 UU Guru dan Dosen juga disebutkan jika pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan atau masyarakat.
"Oleh karenanya, momentum hari guru ini, jangan sekedar dijadikan ajang pidato seremonial belaka yang seolah-olah menunjukkan keberpihakan Pemerintah terhadap guru, termasuk juga guru honorer. Pemerintah harus secara nyata menghilangkan segala kebijakan yang diskriminatif di kalangan guru," paparnya.